Selasa, 22 Januari 2013

Second Love / [FF] / [MinSun] / [Oneshoot]


Second Love


MinSun FF
Main Cast : Lee Min Ho
                      Koo Hye sun
Page: oneshoot
author : dinie isnaeni


Ini pertama kalinya aku merasa jika dunia sangat hancur. Hatiku terus menjerit kesakitan saat pria yang kucintai mampu menampar pipiku dengan begitu keras. Kau tahu betapa berantakannya rumahku sekarang? Bahkan hanya karena alasan aku tidak bisa mempunyai anak. Pria itu pergi begitu saja dan menghancurkan semua mimpi indah yang aku bangun selama ini.

Aku terus mengusap pipi dan perutku. Dia menjotos habis pintu menuju taman samping yang hanya berlapiskan kayu tipis dan kertas. Aku masih merintih kesakitan. Kakiku tak kuat menopangku bangun dan berdiri. Sambil mengisak tangis, aku tidur pasrah di atas ubin kayu yang kotor.

Anjing peliharaan bernama Kong berjenis Golden Retriever duduk melihatku dengan lidah menjulur keluar. Matanya yang bersinar seolah mengatakan jika semua akan baik-baik saja.

Satu minggu berikutnya aku berdandan rapih menuju gedung kejaksaan. Dia sudah mengirim surat cerai padaku dua hari yang lalu. Aku berjalan gontai menaiki tangga yang cukup banyak sebelum sampai ke ruang sidang. Pengacara yang aku sewa untuk pertama kalinya akan aku temui hari ini. Aku memilih pengacara wanita dengan alasan jika dia akan jauh lebih mengerti apa yang aku alami. Tapi saat aku menuggu sambil meminum kopi instan. Seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan paras yang sangat tampan menghapiriku dengan kalung tanda pengenal. Lee Min ho. Pengacara Lee Min ho. Pas foto itu cukup meyakinkan aku untuk percaya padanya. Dia memberi salam dengan senyum yang sangat indah.

“Apakah anda nyonya Koo?” Tanya dengan wajah sumringah.

Aku yang kikuk melihatnya hanya menjawab singkat, “Ye.” Kemudian dia duduk di sampingku dan menyodorkan amplop berisi agenda sidang kali ini.

“Nyonya koo, perkenalkan saya adalah pengacara Lee. Aku di tunjuk oleh ketua pengacara untuk mengambil alih kasusmu. Hal ini di lakukan karena pengacara Shin ae rin sedang di rawat di rumah sakit karena kecelakaan tadi malam. Saya sangat menyesal dengan kejadian tersebut. Saya harap kita akan memenangkan perkara ini. Nyonya bisa lihat ini. Ini adalah...” Dia terus saja bicara padaku, aku kebingungan dan pandanganku mulai kabur. Namun aku juga tak bisa mengeluh pada orang di sampingku ini.

Ruangan yang tak pernah terpikirkan untuk ku masuki terlebih dengan pria yang pernah aku cintai, kini akhirnya ku alami juga melebur dengan cinta yang dia obral berbuah kebencian dan juga sikap arogan dan sikap kerasnya yang membuatku hampir kehilangan nyawa.

Setelah tiga kali proses sidang akhirnya aku resmi jadi seorang janda. Ini membuatku gila. Aku selalu menundukan kepala saat bertemu tetangga. Terlebih ibu-ibu itu selalu bergunjing hal yang tidak benar sama sekali. Kadang ingin rasanya aku menyumpal mulutnya yang hampir berbusa membicarakan hal yang seharusnya tidak mereka urusi.

Kim Han ah.. dia berjalan dengan sepatu hak tinggi dan mantel tebal. Aku sedang duduk di teras samping rumah.

“Eonni..”

Sapanya membuatku menarik nafas panjang. Dia langsung duduk di sampingku. Cara bicara yang terlalu di buat-buat membuatku sedikit risih. Kim Han ah adalah anak dari adik ibuku. Dia telah menikah dengan seorang konglomerat, tapi anehnya dia slalu datang kepadaku saat dia memerlukan uang yang sebenarnya sangat kecil untuk ukuran orang kaya seperti suaminya. Aku tidak mau ambil pusing dengan sikapnya. Jika aku punya uang aku akan memberikannya. Dia juga bukan tipikal orang yang jahat. Dia orang yang loyal, dan slalu memberiku makan dan mengganti uangnya tepat waktu.

Tiba-tiba ponselku berdering. Pengacara Lee? Sahutku dalam hati. Nama itu terus mondar mandir di layar ponselku. Kutarik warna hijau dari kiri ke kanan.

“Ye,, yoboseo...”

“Koo agasi..”

Deg.. hatiku hampir saja berhenti berdetak. Agassi?? Apa dia sudah gila? Bisa-bisanya dia menyebut aku agassi? Meski terasa canggung aku berusaha tenang.

“Ye.. Tuan Lee.” Jawabku pelan.

“Bisakah kau bantu aku sekarang? Aku kebingungan.” Jelasnya dengan suara yang tak begitu jelas terdengar.

“Ye?? Tolong bantu aku.. datanglah ke kawasan gangnam dekat Jak coffee.. kau turun di sana. Aku mohon tolong aku!”

Aku sungguh bingung dengan suara tangis yang tiba-tiba saja terdengar. Suara tangis pria yang baru pertama kali aku dengar dan itu membuatku meneteskan air mata. Aku yakin jika dia sangat terluka sekarang.

“Eonni ada apa?” tanya Han ah sambil memegang pundakku. Mataku kosong dan tanganku terus saja bergetar.

“Apa yang terjadi eonni?” Han ah terus mendesak.

“Tolong antar aku ke depan Jak Coffee di gangnam!” Jelasku sambil meraih jaket tebal yang tergeletak begitu saja di atas lantai.

“Gangnam? Untuk apa ke sana?”

“Aku tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan semuanya. Aku mohon tolong aku!”

“Ne, arrasso.”

Han ah langsung membawaku ke Jak coffee dengan kecepatan mobil di atas rata-rata. Tanganku yang kuat memegangin sabuk pengaman membuat Han ah beberapa kali melihat keadaanku.

Cukup sepuluh menit, aku pun sampai. “Kau pulanglah! Gomawo.” Aku menundukkan kepalaku dan langsung mencari pengacara Lee. “Kende.. eonni..!” Han ah berusaha memanggilku namun aku terus saja berlari meuju tempat yang dimaksud Pengacara Lee.

“Yeoboseyo, pengacara Lee kau dimana? Aku sudah di depan Jack coffee.”

“Berjalanlah ke selatan kau akan menemukan jalan menuju perumahan. Mobilku sedan merah terparkir di depan rumah ini sekarang, setelah sampai segeralah kau masuk ke rumah itu!”

“Ah.. ye.”

Apa yang aku lakukan sekarang? Apa aku sedang berubah jadi seorang wonder girl berkekuatan x-man yang langsung melesat pada seseorang yang butuh bantuan? Aku tak habis pikir mengapa aku merasa ada yang berbeda saat aku mendengar suara pengacara Lee dan tatapan matanya membuatku tak bisa melupakannya. Apa aku gila? Aku baru saja bercerai dan dengan mudahnya sekarang aku menyukai seseorang? Apakah ini bisa di katakan menyukai seseorang? 

Hentakkan kakiku yang berlari dengan sepatu yang tebal, akhirnya membawaku pada rumah yang dia maksud. “Ini dia.” Ujarku dengan nafas yang terengah-engah.

Kakiku langsung lemas saat pintu rumah itu berhasil aku buka. Seorang anak perempuan menangis dan ibunya tergeletak begitu saja dengan darah yang sudah mengendangi setengah kepalanya. Bisa-bisanya aku terbawa ke situasi sekonyol ini? Aku bahkan tidak tahu apa-apa dan tiba-tiba saja datang?

“Koo agassi. Tolong bantu aku?” sahutnya sambil terus memeluk anak yang menangis itu.

Aku mulai mundur beberapa langkah, rasanya aku ingin berlari dari tempat ini. Aku tak mau masuk kedalam masalah seperti ini. Namun saat aku melihat anak perempuan yang menangis itu memandangiku dengan kesakitan yang terpancar dari matanya yang masih suci. Aku segera mengurungkan niatku.

“Apa yang kau lakukan di sana? Cepat tolong aku? Tolong gendong anak ini? Aku akan segera membawa ibunya  ke rumah sakit.”

Jeritan anak itu membuatku lagi-lagi tertegun. Aku berjalan gontai sambil ketakutan melihat mata wanita itu masih terbuka. Aku menelan ludah, dan dengan secepat kilat aku memeluk erat anak itu dan membawanya keluar rumah.

Suara serine ambulan menjerit-jerit dari luar. Anak itu kemudian memanggil ibunya sambil merentangkan tangan kanannya.

“Eomma... eomma...” dia terus berteriak seperti itu persis saat wanita seumuranku itu di bawa dengan belangkar yang langsung memasuki mobil ambulan.

Tangan pengecara Lee penuh darah, aku pikir tadi dia sempat memangku kepala wanita itu. Dia menyuruhku masuk ke dalam mobilnya. Sebisa mungkin aku membuat anak yang ada di pangkuanku  tenang. Aku mengusap keningnya yang sudah basah karena keringat yang sangat banyak.

Saat anak itu tertidur kelelahan, mobil ini akhirnya sampai di rumah sakit. Dia keluar tanpa mengatakan apapun padaku. Alhasil aku cuma duduk di dalam mobil dengan tangan menepuk pundak anak perempuan cantik berambut panjang ini.

Ku baringkan anak itu saat dia benar-benar sudah terlelap. Aku keluar dari mobil dan merentangkan tanganku yang pegal. Dia berjalan menuju ke arahku.

“Kamsahamnida Koo agassi.” Sahutnya sambil tersenyum.

“Ah ye.. apakah wanita itu masih hidup?” Tanyaku penasaran.

“Mmm... dia sedang mendapatkan oprasi. Kita akan menunggu sampai oprasinya selesai. Kau tidak keberatan kan?”

“Ong????? Ah.. ne..”

Aish.. apa yang aku katakan? Kenapa bibirku tidak mau mengatkan apa yang aku pikirkan. Bodoh.. apa kau mau mati Hye sun? Aku memukul mulutku sambil beergerutu tak jelas. Pengacara berbalik dan menuju pintu mobilnya.

“Ah... cangkaman!”

Seruku spontan saat ku lihat kemeja putihnya terdapat bercak darah yang cukup banyak.

“Ye..” Jawabnya sambil melihat ke arahku.

Aku menghampirinya dan tanpa permisi langsung menyentuh punggungnya. “Omona... punggungmu berdarah. Apa kau tidak merasa kesakitan? Ayo kita pergi ke IGD sekarang!”

“Ah.. gwencana.”

“Apa yang kau maksudkan dengan tidak apa-apa hah??”

Dia terkejut melihatku yang tiba-tiba membentaknya. Aku tidak peduli dia marah padaku atau tidak, yang pasti aku menarinya untuk segera mendapat perawatan. Aku tahu jika rasanya pasti sakit. Bagaiman tidak? Lukanya terlihat sangat dalam bahkan darah dengan bau amis itu masih menempel di telapak tanganku.

Dia merintih kesakitan meski suaranya tidak terdengar begitu jelas. Aku ikut menyeringai saat cairan alkohol itu menyentuh punggungnya yang terluka.

Tak begitu lama setelah itu dia kemudian duduk di belangkar. “Apa sekarang sudah lebih baik?” tanyaku ragu.

“Mmm...”

Dia bercerita jika luka itu kemungkinan besar ada akibat terhantam botol yang melayang menuju anak perempuan yang dia dekap saat benda itu hampir saja membunuh anak perempuan berambut panjang itu.

Banyak hal yang dia ceritakan padaku malam ini. Ada rasa nyaman saat bersamanya, dan dia juga memiliki sisi hangat yang baru pertama kali aku dapatkan dari seorang pria. Dia jauh berbeda dari mantan suamiku. Dia jauh berbeda.

“Ah ya.. Setelah operasinya selasai, nanti aku antar kau pulang.”

“TIDAK! Tidak usah. Aku bisa naik bis.”

“Bis?” Dia melihat jam tangannya. “Ini jam setengah tiga pagi. Tidak akan ada bis.” Jelasnya sambil mengetuk kaca jam tangan yang terlihat mahal itu.

Aku manggut saja saat kenyataan ternyata benar adanya.

Tiga jam berlalu dan operasi akhirnya berjalan dengan lancar. Wanita yang mendapatkan kekerasan dari suaminya di depan pengacara Lee itu akhirnya masuk ruang ICU karena kondisinya belum stabil.
Aku pergi lebih dulu menuju mobil karena aku baru ingat jika ada anak kecil yang tidur sendirian di sana.

Saat melihat anak itu kenapa hatiku juga terluka. Ku usap lagi keningnya dan lagi-lagi darah. Aku tak tahu dari mana darah ini berasal. Namun aku segera membawa anak itu ke IGD. Sementara Pengacara Lee kebingungan mencariku yang tiba-tiba saja menghilang.

“Tolong dia!”

Ada apa denganku? Mengapa aku baru mengechek keadaan anak itu. Pikiranku melayang. Ilusi ku mulai membuncah dengan imajinasi yang sudah tak terbendung.  “Dia baik-baik saja kan? Dokter?”

Dokter lelaki berkacamata itu masih tak menjawab pertanyaanku. Aku hampir mati ketakutan saat melihat anak itu lemas.

Legaku hadir saat dokter itu tersenyum dan mengatakan jika dia baik-baik saja. Hanya saja dia harus mendapatkan perawatan karena shock yang sangat berat.

Pengacara Lee berlari padaku. “Apa yang terjadi? Bok Min..” Ungkapnya sambil memegang tubuh anak perempuan itu.

“Dia tidak apa-apa. Aku tadi khawatir karena dahinya berdarah. Jadi aku membawanya ke sini.”

Pria itu terlihat menarik nafas panjang dan duduk lemas di kursi dekat ranjang. “Mianhae...” Ungkapku sambil menundukan kepala.

“Tidak apa-apa. Terima kasih sudah membawanya ke sini.”

Pukul 06.00 KST

Pengacara Lee mengantarku pulang. Dia meninggalkan anak dan ibu malang itu di rumah sakit sendirian.

 “Sebaiknya kau kembali! Aku bisa naik taxi.”

“Tolong jangan membuat suasana jadi tambah rumit!”

Apa?? Rumit?? Dia bilang jangan membuat suasana semakin rumit? Dia yang membawaku pada situasi rumit ini sebenarnya siapa? hah? dia benar-benar menggelikan. Aku marah padanya dan memalingkan padanganku. Aku tak bicara apa-apa lagi dan hanya diam menunggu mobil ini berhenti di depan rumahku.

“Mianhae...”

Ucapannya seketika membuatku melihat wajahnya lagi. Dia membating stirnya dan merapat ke badan jalan. Tuas rem di injak mendadak dan membuatku terpental ke depan. “Opp..” mataku berkedip kaget.

“Apa kau baik-baik saja?” tanganku mendekat ke ujung rambutnya. Belum sampai mengelusnya saat dia menundukan kepalanya ke atas stir. Tanganku menjauh lagi namun tiba-tiba dia bangun dan menarik tanganku dan mendekapku.

Mataku membulat. Apa yang di pikirkan pria ini? Berani-beraninya dia memelukku. Aku menolak pelukan itu dan mencoba melepaskannya namun, dia terus memperkuat pelukannya. Setelah aku tenang dan diam. Aku merasakan jika dadanya naik turun, dan ada air yang mengalir ke pundakku.

“Maafkan aku karena sudah membawamu ke situasi seperti ini. Aku sangat bingung karena aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi. Aku takut jika kakakku akan semakin terluka.”

Isakan yang terdengar berat itu terus memecah pagi yang segera datang dengan dingin yang semakin menusuk ke tulang. Ku tempelkan tanganku ke pungungnya dan ku tepuk pelan hingga dia merasa tenang.

Aku tidak tahu mengapa hal ini bisa terjadi padaku? Apakan ini takdir atau kebetulan aku tidak tahu persis. Namun saat memeluknya aku merasa keluar dari kehidupan sebelumnya dan menjadi orang yang kembali lahir. Bahkan saat seseorang seperti dia memanggilku agassi, itu membuatku mempunyai jiwa baru yang keluar dari setiap pancaran mataku. Mencuci bersish darah limpa yang seharusnya memang di buang.

Kemudian setelah ini aku berdoa jika tuhan memberikan kesepatan kedua padaku untuk mencintai seseorang.  


-TAMAT-


Ayo yang udah baca klik kotak komentarnya.. bagus engganya ni ff tergantung padamu readers.. aku butuh msukannya. Dan seberapa banyak komentar kalian akan menetukan apakah FF "second love" bakalan ada lanjutannya ato engga. 

so makasih banyak.. jangan lupa buat terus mamapir ke blog ku ^^

Sabtu, 19 Januari 2013

INTERMEZZO Part 3 [FF] / [MinSun]

INTERMEZO
Main cast::
Lee Min Ho
Goo Hye Sun
EunHyuk
Joong Ill Woo
Kim Beom
Moon Geun Yeong
Rate :: Other tapi (RBO) ^^
Length: ----
Genre: Drama, Fantasi, Romance, Komedi.
Authour:: leedine aka dinie isnaeni

 Annyeong haseyo readersss!! lama hiatus ni hahaha... karena sibuk kuliah juga dan sekarang baru sempet nulis FF dan lanjutin cerita yang ini. So saya harap kalian ga kabur dan masih setia hahahaha... FF pertama di tahun 2013 mudah-mudahan bisa memuaskan.. ^^

 PART 3


Min ho, dia benar-benar kebingungan. Gadis yang menolongnya tadi tiba-tiba menghilang entah kemana. ‘ Apa sesuatu telah terjadi padanya? Kemana dia?’. Di dalam hatinya Min ho terus bertanya-tanya. Matanya tak henti melihat ke berbagai sudut. ‘Atau mungkin dia hantu? Ah.. tidak mungkin aku sempat memegang tangannya tempo hari.’

Tak berhenti sampai di situ. Min ho yang sedang bermain petak umet bersama Woo, Hyuk, dan Beom malah sibuk mencari wanita tadi.

Lorong-lorong bergaya tradisional dengan suara ubin yang berderit membuat bulu kuduknya sempat berdiri. Tapi tak lama setelah dia berjalan, sebauh pintu dari ruangan kecil yang telah di temukannya, ada seberkas cahaya yang terlihat dari kertas pembatas pintu. Kemudian sebuah banyangan semakin terlihat saat Min ho berjalan lebih dekat lagi.

Semakin dekat dan dekat lagi. Kini dia semakin merasa pasti, setelah bayangan wanita itu semakin jelas. Seorang wanita yang duduk meringkuk. Menenggelamkan wajahnya pada rok hanbok yang lebar.

Tangan Min ho menyentuh pintu, menggesernya hingga terbuka.
Matanya kembali membulat, wajah terperangah napak jelas di raut keduanya. Wanita itu tak sedikit pun merasa ketakutan. Dia malah tersenyum manis pada Min ho.

Wanita yang sama tempo hari atau pun tadi, wanita pujaan Min ho yang benar-benar hadir dalam kenyataan. Dia bangun dari duduknya, sebelum dia berjalan wanita itu sempat-sempatnya merapikan pakaiannya yang kusut.

Melihat dia bangun Min ho berjalan mengampirinya lebih dekat lagi.

“Apakah kau orang yang sama yang ku temui belakangan ini?”

“mmmm…” dia menganggut dan tersenyum. Setelah melihat wajah min ho sekilas, dia langsung tertunduk malu.

“Kau benar-benar sangat cantik.” Ungkap minhau terpukau.

Wanita itu masih berdiri dengan wajah memerah. Hanbok cantik itu sangat pas dia kenakan. Tanpa sadar min ho semakin mendekat pada wanita itu. Dan mereka pun berdiri berhadapan, tangan kanan min ho meraih jepitan yang hampir jatuh dari rambut wanita cantik itu.

“Siapa namamu?”
 
“Goo Hye ae.” Jawabnya singkat.
 
“Nama yang sama indahnya dengan wajahmu.” Min ho tersenyum dengan tatapan yang tak henti memadang Hye ae.

Malam semakin larut. Banyak hal yang mereka bicarakan. Namun Hye ae Nampak sangat pemalu, dia hanya berani memandang wajam min ho sesekali saja. Min ho yang lebih agresip memebuat beberapa lelucon hingga membuat gelak tawa di antara ke duanya.


****
 
Tak terasa pagi datang dengan sinar mentari yang tampak dari balik jendela. Min ho tertidur di ubin dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya.

Ketiga kawannya mencari Min ho yang hilang dari
sejak tadi malam. Beom yang sangat panik terlihat berkaca-kaca sambil sesekali menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya yang mungil.

“Hyung.. bagaimana ini? Apa sesuatu benar-benar telah terjadi pada min ho hyung? Andwe…” 

Teriaknya tak karuan sambil berjalan mencari min ho.

Pintu kamar-kamar kosong terus di buka Hyuk. Sesaat dia terdiam dan mengerlingkan matanya. Mengingat sauatu hal. Dan tak begitu lama Hyuk langsung pergi berlari ke suatu tempat.

“Ya… Hyuk… mau kemana??” Beom kaget melihay Hyuk berlalri. Sementara Hyuk pergi, beom trus mencari dan mencari.

Akhirnya hyuk sampai di sebuah kamar di ujung lorong, tepat saat mereka melakukan petak umpet tadi malam. Dia berjalan menuju sebuah kamar terlarang. Tangannya sempat ragu membuka pintu kamar itu namun….

Tangan itu menyentuhnya juga, dan benar saja min ho tertidur di sana.

“Ya…. Min ho.. ya… irona!! Min ho irona!!” Hyuk mengoyang-goyangkan tubuh Min ho.

Dia terbangun dan tersenyum pada hyuk. “kau sangat cantik.” Gumamnya pelan.

“mwo?? Yeppoo? Ya min ho ironaa!!!” Hyuk berteriak kencang. Mata Min ho kemudian terbuka lebar dan kesadaran puluh sepenuhnya.

“YA.....” teriak Min ho setelah dia mengenyahkan tubuh hyuk.

***

Lagi-lagi penginapan penuh sesak. Mereka tak bisa habis pikir mengapa mereka tetap bertahan dengan pekerjaan yang malah membuatnya tak bisa bernafas sedikit pun. Woo yang sudah mulai uring-uringan, melembar kain lap yang dia bawa setelah menemui satu pelanggan.

Hyuk yang masih tersenyum sambil menuliskan pesanan pelanggan wanita berambut sebahu dengan kulit putih itu mencuri pandang pada Woo.

“Aku akan segera membawa pesanannnya. Tolong tunggu sebentar.” Jelasnya sambil membungkukkan tubuhnya.

Hyuk naik pital, dia mencengkram tangan Woo.

“Apa yang kau lakukan Hyuk?” Woo kebingungan dengan tingkah Hyuk kali ini.

Hyuk membawa Woo ke belakang dapur yang sepi. Tubuhnya di dorong hingga merapat ke dinding. Tangan Hyuk mengepal dan menjotos dinding yang berjarak dua senti meter dari wajah Woo.

“Apa kau mau mati?”

Woo yang terkejut membulatkan matanya. Dia mendesis tak percaya. “Apa yang kau lakukan?”

“Apa yang aku lakukan? Apa kau tidak sadar dengan sikapmu barusan? Hah?”

“Heh.. aniya.”

“Oke. Apa maumu sekarang?”

“Aku lelah dan aku tidak mau melakukan pekerjaan bodoh ini lagi. Aku datang untuk berlibur dan mengapa kau membodohi kami dan menjadikan kami budak? Hah?”

“Bukankah kau menyetujui semua ini sebelumnya.”

“Aku menyetujuinya karena aku tidak menyangka akan seperti ini.”

“Apa semua ini sesulit ini? HAH?” Hyuk berteriak kencang.

“Ada apa denganmu? Mengapa kau membesar-besarkan masalah ini?” Tanya Woo sambil menyingkirkan tangan Hyuk yang masih menempel ke dinding.

“Kau akan segera mendapatkan apa yang kau mau.” Ucapan itu mengakhiri pertengkaran mereka. Hyuk pergi begitu saja dari hadapan Woo.

Sementara itu Min ho yang sibuk membantu memasak untuk makan siang para pegawai, Beom menghampiri Min ho yang sangat ia khawatir sejak semalam.

“Min ho, apakan sesuatu sudah terjadi tadai malam?” Tanya Beom sambil mengambil sawi dan juga bumbu yang di letakan di bawah meja dapur.

“mm??? aniya…” Min ho tetap tenang mendengar pertanyaan itu. Ia malah sibuk menggoyangkan wajan yang terus mendesis, sambil memamerkan aroma harum yang menyengat sampai ke hidung.

“ahh… jija?”

“kerde.” Min ho kemudian pergi dan membawa masakannya ke atas piring yang berada di sebrang kompor.  

***

Sekitar pukul satu siang saat jam makan siang datang. Seorang wanita datang sengan sepatu hitam, celana jeans dan jaket baseball. Rambutnya pendek dan terkesan tomboy.

Dia berjalan menuju meja makan, tepat di meja no 9. Itu artinya Min ho yang menjadi pelayan wanita tersebut.

“annyeong haseyo. Ada mau pesan apa?” tanyanya sambil menyodorkan daftar menu yang berbentuk bulat menggulung mirip surat kerajaan.

“mm.. aku ingin bertemu dengan pemilik restoran.” Jawabnya setelah menaruh daftar menu.

“mwo??”

“weyo?? Aku bilang, aku ingin bertemu dengan pemilik restoran.”

“tapi nona, apakah kau sudah memiliki janji dengan beliau sebelumnya?” tanyanya sopan.

“katakana saja Goo hye sun menunggunya di meja no. 9.”

“mwo?” lagi-lagi min ho mengatakan hal yang sama.

“mwo? Mwo? Mwoya??? Cepat panggil dia!” sebal dengan ulah min ho yang tak kunjung menuruti 
kemauannya. Wanita itu menarik baju min ho hingga mereka saling bertatapan.

Min ho yang biasanya slalu marah saat seseorang tiba-tiba menyerangnya, kali ini membuatnya bungkam dan hanya melihat wajah wanita di depannya. ‘tuhan… matanya, halisnya, pipinya, hidungnya, bibirnya, aroma tubuhnya.Benar-benar sangat indah .’

“Ya apa yang kau lihat hah? Dasar otak mesum.” Cengkraman itu di lepas dengan kasar.
Hye sun kembali duduk di kursinya.

Dengan rasa penasaran Min ho berjalan menuju paman Hyuk.

"Mengapa dia membuatku sangat pensaran. Mengapa jantungku seolah berhenti berdetak dan nafasku terasa terhisap olehnya yang mendekatkan wajahnya padaku? Aroma tubuhnya.. aku merasakan sesuatu yang sebenarnya tak asing untukku.”

Paman Hyuk mendecak kesal pada Min ho yang hanya berjalan melamun tanpa pekerjaan berarti. Ia membentak Min ho yang masih menerawang imajinasinya yang melayang entah kemana.

“Min ho ya!”

Sontak teriakan itu membuat Min ho terperanjat dan memegang dadanya yang hampir saja copot.

“Apa yang kau lakukan dengan kepalamu hah?”

“Apa maksud paman?”

Paman Hyuk masih saja menunjuk kepala Min ho.

“Otak mu memang sudah tidak bisa berjalan ya? Kau ini benar-benar membuatku frustasi.”

“Mwo? Paman.. ada yang mencarimu.”

“Siapa?”

Min ho menunjukan wanita yang duduk di meja no. 9 pada paman Hyuk. Paman Hyuk tersenyum bahagia dan dia langsung berjalan menghampirinya tanpa ada sepatah kata pun.

Paman langsung saja memeluk wanita yang langsung bangkit dari tempat duduknya. Ia melepaskan pelukannya dan melihat wajah wanita bernama goo hye sun sambil tersenyum dan kemudian memeluknya lagi.

Siapa dia sebenaranya? Gumam Min ho dalam hati. Sementara itu Hyuk yang masih tersulut emosi tiba-tiba saja tersenyum saat dia milhat hye sun tengah bersama dengan pamannya. Ia berlari dan merih tangan Hye sun, memeluk tubuh kecilnya tanpa pemirsi dan kau tahu apa yang terjadi? Hye sun hanya tertawa sambil membalas pelukan itu.


~TBC~

Part sebelumnya bisa di liat di >>> langsung klik aja nama di bawah!!! ^_^ kamsahamnida